Tanggal 21 april 2013 bertepatan dengan hari Kartini, di aula wisma NTT di daerah Tebet, Jakarta, para pemuda-pemudi asal NTT yang ada di Jakarta baik itu mahasiswa maupun pekerja, dibawah pimpinan pemuda-pemudi Nagekeo Jakarta yang tergabung dalam HIMAPPEN JABODETABEK berkumpul dan berdiskusi tentang isu hangat yang sedang berkembang di Indonesia, yaitu isu Premanisme.
Diskusi yang diadakan di lantai dua Wisma NTT dengan izin kepala perwakilan NTT di Jakarta, Bapak Bertoldus Lalo, berlangsung hangat dan penuh emosional namun tetap mengedepankan nilai-nilai akademis. Sebagai bagian dari keluarga besar Nagekeo, premanisme akhir-akhir ini cukup melekat dalam stigma masyarakat luas, karena salah satu korban penembakan di LP Cebongan, Sleman adalah saudara kami dari kabupaten Nagekeo. Sehingga menjadi penting ketika dengan adanya hal tersebut, yang paling penting untuk dilakukan adalah penguatan moral dan akademis, bukannya melawan stigma tersebut dengan tindakan atraktif.
Mengapa? Karena jika kita lihat dari beberapa sisi, sebagai orang Nagekeo lebih jauh lagi sebagai orang NTT yang berasal dari belahan bumi Timur Indonesia, kami merupakan kelompok minoritas, belum lagi dilihat dari sisi agama. Kita tidak bisa mementahkan stigma tersebut, namun bukan berarti semua orang NTT adalah preman, ini yang harus digarisbawahi. Tetapi, bukannya untuk membela dan mengatakan keempat pelaku adalah bukan preman, namun yang ingin diperjuangkan adalah hak-hak hukum sebagai bagian dari bangsa ini.
Kembali ke persoalan penguatan moral dan akademis, isu hangat ini perlu dicermati secara dingin dan menjadi bahan pembelajaran bagi siapa saja terutama pemuda-pemudi NTT, bahwaa negara ini adalah negara hukum, artinya tidak boleh melanggar hukum jika tidak ingin hak-hak individu anda dilanggar. Penguatan moral dalam hal ini, adalah kembali menanamkan nilai-nilai budaya daerah yang diturunkan oleh nenekmoyang orang NTT sejak dahulu kala, yang penuh dengan nilai-nilai kesopanan, penghargaan, kesantunan, penghormatan, dan taat aturan. Nilai-nilai itu juga diajarkan atau ada di dalam agama katolik, agama yang menjadi mayoritas di NTT, Yesus telah hadir sebagai contoh dan teladan yang nyata bagi hidup orang katolik. Kasih sayang, cinta damai, taat hukum, berjiwa sosial, dan tenggang rasa, merupakan sedikit dari nilai-nilai katolik yang harus diterapkan dalam gaya hidup pemuda pemudi NTT saat ini.
Hal-hal di atas yang membuat sebagian orang NTT tidak terima dicap sebagai preman, namun tidak bisa juga mengentahkan fakta bahwa ada saudara-saudara dari NTT yang menjadi preman dengan berbagai alasan, itu kenyataan sosial dan merupakan bagian dari dinamika sosial. Sehingga tidak bisa dihilangkan namun bisa ditekan dengan berbagai hal termasuk kekerasan, namun tidaklah gampang jika kekerasan dibalas dengan kekerasan, menyadari hal tersebut makanya HIMAPPEN JABODETABEK melakukan diskusi publik ini untuk menyadarkan pemuda-pemudi yang sudah terlanjur emosional, untuk kembali tenang dan mulai membangun diri masing-masing dengan cara yang benar dan membuktikan kepada dunia suatu saat bahwa KAMI ORANG NTT BUKANLAH PREMAN!!!!
Diskusi yang diadakan di lantai dua Wisma NTT dengan izin kepala perwakilan NTT di Jakarta, Bapak Bertoldus Lalo, berlangsung hangat dan penuh emosional namun tetap mengedepankan nilai-nilai akademis. Sebagai bagian dari keluarga besar Nagekeo, premanisme akhir-akhir ini cukup melekat dalam stigma masyarakat luas, karena salah satu korban penembakan di LP Cebongan, Sleman adalah saudara kami dari kabupaten Nagekeo. Sehingga menjadi penting ketika dengan adanya hal tersebut, yang paling penting untuk dilakukan adalah penguatan moral dan akademis, bukannya melawan stigma tersebut dengan tindakan atraktif.
Mengapa? Karena jika kita lihat dari beberapa sisi, sebagai orang Nagekeo lebih jauh lagi sebagai orang NTT yang berasal dari belahan bumi Timur Indonesia, kami merupakan kelompok minoritas, belum lagi dilihat dari sisi agama. Kita tidak bisa mementahkan stigma tersebut, namun bukan berarti semua orang NTT adalah preman, ini yang harus digarisbawahi. Tetapi, bukannya untuk membela dan mengatakan keempat pelaku adalah bukan preman, namun yang ingin diperjuangkan adalah hak-hak hukum sebagai bagian dari bangsa ini.
Kembali ke persoalan penguatan moral dan akademis, isu hangat ini perlu dicermati secara dingin dan menjadi bahan pembelajaran bagi siapa saja terutama pemuda-pemudi NTT, bahwaa negara ini adalah negara hukum, artinya tidak boleh melanggar hukum jika tidak ingin hak-hak individu anda dilanggar. Penguatan moral dalam hal ini, adalah kembali menanamkan nilai-nilai budaya daerah yang diturunkan oleh nenekmoyang orang NTT sejak dahulu kala, yang penuh dengan nilai-nilai kesopanan, penghargaan, kesantunan, penghormatan, dan taat aturan. Nilai-nilai itu juga diajarkan atau ada di dalam agama katolik, agama yang menjadi mayoritas di NTT, Yesus telah hadir sebagai contoh dan teladan yang nyata bagi hidup orang katolik. Kasih sayang, cinta damai, taat hukum, berjiwa sosial, dan tenggang rasa, merupakan sedikit dari nilai-nilai katolik yang harus diterapkan dalam gaya hidup pemuda pemudi NTT saat ini.
Hal-hal di atas yang membuat sebagian orang NTT tidak terima dicap sebagai preman, namun tidak bisa juga mengentahkan fakta bahwa ada saudara-saudara dari NTT yang menjadi preman dengan berbagai alasan, itu kenyataan sosial dan merupakan bagian dari dinamika sosial. Sehingga tidak bisa dihilangkan namun bisa ditekan dengan berbagai hal termasuk kekerasan, namun tidaklah gampang jika kekerasan dibalas dengan kekerasan, menyadari hal tersebut makanya HIMAPPEN JABODETABEK melakukan diskusi publik ini untuk menyadarkan pemuda-pemudi yang sudah terlanjur emosional, untuk kembali tenang dan mulai membangun diri masing-masing dengan cara yang benar dan membuktikan kepada dunia suatu saat bahwa KAMI ORANG NTT BUKANLAH PREMAN!!!!
Penulis :Gian Tue Mali
Post a Comment