Home » » Nelayan Pemana Kuasai Kapal Ikan Nagekeo

Nelayan Pemana Kuasai Kapal Ikan Nagekeo

Written By Unknown on February 18, 2013 | 4:29 PM

Tiga kapal penangkap ikan jenis pool and line berkapasitas 10 GT, 20 GT dan 30 GT yang sejatinya untuk nelayan di Kabupaten Nagekeo malah 'dikuasai' oleh nelayan asal Pemana, Kabupaten Sikka.

Selama empat bulan 'dikuasai' para nelayan asal Pemana, tak sesen pun kontribusi dari kapal yang diadakan tahun anggaran 2012 senilai Rp 2,7 miliar itu ke kas daerah.

Sementara nelayan di Pantai Utara Nagekeo yang telah mengikuti magang untuk operasional kapal tersebut justru ditinggalkan. Hal ini mengundang reaksi keras dari nelayan di daerah itu.

Para nelayan mengancam mengusir paksa para nelayan Pemana dari tiga kapal itu, jika Pemerintah Kabupaten Nagekeo tidak menarik kembali tiga kapal tersebut dari para nelayan Pemana.

Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nagekeo berdalih, para nelayan Pemana didatangkan untuk melatih nelayan lokal yang telah mengikuti magang tentang teknis penangkapan pool and line.

Namun alasan itu dibantah para nelayan. Pasalnya, selama empat bulan mengoperasikan dua kapal berkapasitas 10 GT dan 20 GT, nelayan setempat tidak pernah diikutsertakan.

Beberapa nelayan yang ditemui hari Jumat (8/2/2013), mengatakan, tiga kapal tersebut pengadaan tahun 2012. Dari tiga kapal, yang sudah beroperasi baru dua kapal berkapasitas 10 GT dan 20 GT.

Sedangkan kapal berkapasitas 30 GT baru tiba Jumat pekan lalu. Kapal itupun menurut para nelayan sudah diserahkan pengelolaannya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kepada seorang Pengusaha asal Pemana bernama Haji Alwan dengan kontrak di bawah tangan senilai Rp 40 juta per tahun.

Para nelayan mengungkapkan, kapal itu belum di-PHO, tetapi sudah dioperasikan oleh kontraktor bernama Frans (Frans Elim).

"Menurut orang dinas, kapal itu dioperasikan oleh kontraktor karena masih dalam masa ujicoba selama enam bulan. Jadi, pertanyaan kami, selama enam bulan itu hasil tangkapan disetor ke mana? Kalau tidak disetorkan ke kas daerah dan menjadi hak kontraktor, berarti kontraktor untung dobel. Untung dari fee pengadaan kapal dan keuntungan dari hasil tangakapan ikan selama enam bulan. Itu artinya, ketika kapal itu diserahkan kepada pemerintah, sudah jadi kapal bekas karena sudah dioperasikan oleh rekanan. Kami minta polisi dan jaksa usut ini," kata Adimat, nelayan di Nanga Dhero, Jumat lalu.

Adimat mengatakan, selama ujicoba kapal tersebut harga ikan hasil tangkapan ditentukan oleh kontraktor dengan harga Rp 15.000/kg.

Ia menilai, harga ikan itu cukup tinggi dibanding harga ikan di Maumere yang
hanya Rp 7.000/kg. Akibatnya, harga ikan sampai ke konsumen sangat mahal.

"Semua hasil tangkapan tidak pernah melalui TPI (tempat pelelangan ikan). Padahal, kami sudah diberi pelatihan tentang pengelolaan TPI sampai ke Makassar, Sulawesi Seklatan. Harga ikan ditentukan suka-suka oleh kontraktor. Ikan dari kapal langsung ke orang kepercayaan dinas bernama Juandi," ungkap Adimat.

Selama masa ujicoba, demikian Adimat, hasil tangkapan diperkirakan telah mencapai ratusan juta rupiah.

"Akhir bulan lalu, hasil pendapatan dari hasil tangkapan sebesar Rp 60 juta. Kami dapat informasi uang itu dibagi kepada pejabat di Dinas Kelautan dan Perikanan Rp 30 juta dan untuk ABK Rp 30 juta," beber Adimat.

Selain itu, pada Jumat (15/2/2013), kapal berkapasitas 20 GT memperoleh hasil tangkapan satu ton. Ikan hasil tangkapan itu, sempat ada rencana dijual ke Maumere, Kabupaten Sikka, karena antara pengelola dengan nelayan penampung tidak mencapai kata sepakat soal harga ikan.



Editor : omdsmy_novemy_leo
Sumber : Pos Kupang
Share this article :

Post a Comment

 
Contact Us : Facebook | Twitter | Feeds
Copyright © 2011. Himappen Jabodetabek - All Rights Reserved
Great Created by Creating Website Modify by Agaz Santiago
Proudly powered by Blogger