Home » » Kabupaten Nagekeo adalah Keputusan Final

Kabupaten Nagekeo adalah Keputusan Final

Written By Unknown on January 28, 2013 | 3:45 AM


Oleh: Giorgio Babo Moggi

Ini tulisan lebih sebuah pandangan pribadi – lebih tepat sebuah sharing. Saya tidak ingat persis tanggal, bulan dan tahun - sekitar tahun 2000-an, saya dipercayakan membawakan materi di hadapan Keluarga Ikatan Ngada Yogyakarta (IKN) bertepatan dengan kunjungan Bupati Ngada saat itu, Bpk. Albert N. Botha.


Saya bukan pembicara ulung. Bukan juga sosok yang menguasai semua hal – terutama tentang Ngada saat itu. Saya pun berani tampil setelah mendapat dukungan dari teman-teman melalui rapat pengurus IKN.

Saat itu, isu pemindahkan ibukota dari Ngada dan Mbay sedang hangat-hangatnya. Bahkan pemekaran kabupaten pun menjadi ancaman jika pemindahan ibukota tidak terlaksana. Isu ini menjadi diskusi bahkan perdebatan informal di kos dengan beberapa teman. Teman-teman dari Bajawa mempertahankan Bajawa sebagai ibukota, sedangkan kalangan mahasiswa yang masuk group etnis Nagekeo menghendaki ibukota Mbay. Dari perdebatan informal , kemudian saya angkat pokok bahasan dalam pemaparan materi bersama Bapak Alberth N. Botha.

Bagi saya, pemerintah tidak mudah memindahkan ibukota. Resisten dari dalam orang Ngada, terutama mereka tidak menghendaki pemindahan ibukota pasti muncul. Lebih lanjut, pemerintah Ngada harus mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur di Mbay. Saya menempuh sikap moderat – bukan karena berbicara di hadapan di bupati harus tampil baik. Tetapi ini murni pandangan yang mungkin lebih bijak (dalam pertimbangan saya). Karena itu, dalam makalah, saya merekomendasikan, pertama, Bajawa adalah ibukota Ngada, sedangkan Mbay ada pusat sentra ekonomi Ngada (apalagi waktu sudah ditetapkan sebagai Kapet). Saya “mengangankan” ibarat Washington (ibukota negara) dan New York (pusat ekonomi) mungkin bisa diterapkan di kabupaten Ngada saat itu. Bajawa menjalankan fungsi administrasinya, sedangkan Mbay mejadi pusat kawasan ekonomi. Jika konsep ini diterapkan, barangkali Ngada akan memberikan warna sendiri, dimana umumnya kabupaten di Indonesia yang mengintegrasikan kota administrasi dan pusat ekonomi. Itulah pandangan yang saya tuangkan dalam makalah sederhana waktu itu.

Kenyataan kemudian berbicara lain, Nagekeo “ terlahir” menjadi sebuah kabupaten baru. Apakah setelah pemekaran pemekaran , Nagekeo sebagai kabupaten tanpa cela? Ternyata tidak! Masih banyak orang yang berpikir sempit, terbawa polorisasi feodalis. Kaum muda yang tertidur kemudian bangun dari alam sadarnya kemudian mempersoalkan keabasahan nama Nagekeo yang tidak integratif – tidak merangkum sebuah suku. Status-status di group ini yang mengomentar pembangunan yang tidak merata. Dikotomi ata Ma’u, ata Boawae, dan ata Mbay mencuat di permukaan. Dikotomi etnis inilah yang pernah terjadi ketika Nagekeo bergabung dengan Ngada. Jika tidak dikelola secara baik, maka bukan tidak mungkin isu etnis bisa menjadi benih perpecahan politik, ekonomi dan pembangunan - apalagi menjelang suksesi selalu menjadi isu yang empuk.

Saya kira kita harus sepakat bahwa keputusan masyarakat Nagekeo untuk memekarkan diri dari Ngada adalah sebuah keputusan yang final. Tidak dapat diganggu gugat. Keputusan mayoritas masyarakat melalui para pelaku sejarahnya waktu. Itu fakta historis! Jika sudah memekarkan diri, sepatutnya masyarakat Nagekeo bangga dengan pencapaian itu. Saya percaya Nagekeo memiliki potensi besar untuk mejadi sebuah kabupaten yang terdepan dari semua aspek. Mungkin ada 1001 masalah di kabupaten ini, tidak berarti kita boleh kritik, asalkan kita menyampaikan secara terbuka pada tempat tanpa melecehkan ke-nagekeo-an dan apalagi menyesal adanya pemekaran atau keberadaan kabupaten Nagekeo. Tidak mudah bagi seseorang untuk “me-manage” kabupaten baru, perhatian pasti terbagi untuk semua sektor. Di SINILAH pemerintah NAGEKEO butuh peran KITA semua melalui beragam cara kita masing-masing – termasuk KRITIK YANG KONSTRUKTIF.

Jika kami dari luar memandang Nagekeo penuh optimis, bagaimana mungkin yang tinggal di Nagekeo malah pesimis? Nagekeo butuh kita...!

Saya tutup dengan status pak Admin Nagekeo Bersatu: "Seorang optimis memandang pada bunga mawar saja, bukan pada durinya, seorang pesimis merenungi duri, acuh tak acuh pada bunganya (Kahlil Gibran)".


Share this article :

Post a Comment

 
Contact Us : Facebook | Twitter | Feeds
Copyright © 2011. Himappen Jabodetabek - All Rights Reserved
Great Created by Creating Website Modify by Agaz Santiago
Proudly powered by Blogger